Boltim – kabar-jurnalis.com
Fenomena prostitusi online atau open BO kian marak terjadi di wilayah ibu kota Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), tepatnya di Desa Tutuyan II. Aktivitas yang melanggar norma sosial dan hukum ini kembali mencuat setelah sejumlah pemuda memberikan informasi kepada wartawan kabar-jurnalis.com mengenai dugaan praktik prostitusi online di salah satu kos-kosan milik seorang warga berinisial MT.
Menurut keterangan dua pemuda berinisial AD dan JM, di lokasi tersebut terdapat sedikitnya lima orang wanita yang diduga menawarkan jasa prostitusi secara daring melalui aplikasi MiChat.
“Ada empat orang, harga mereka beda-beda. Mereka pakai aplikasi MiChat. Kami kerja kelapa di sini, jadi Torang tau,” ujar keduanya kepada wartawan, Kamis (6/11/2025) malam.
Wartawan media ini kemudian mencoba menelusuri lebih lanjut melalui aplikasi yang dimaksud. Dari hasil percakapan, salah satu akun perempuan bahkan mengirimkan lokasi detail kos-kosan sekaligus menyebutkan nama pemilik tempat tersebut.
“Blakang pos lantas, kalu mo ka sini tanya jo kos MT, kamari jo kka,” tulis akun tersebut melalui pesan suara di aplikasi MiChat.
Peran dan Kewenangan UPTD PPA
Menanggapi hal tersebut, Kepala UPTD PPA Boltim, Wenda Arif, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, menjelaskan bahwa pihaknya hanya dapat menangani kasus jika sudah ada laporan resmi dari korban, khususnya jika melibatkan perempuan atau anak di bawah umur.
“Waalaikumsalam, jika kasus perempuan dewasa kami menunggu laporan yang bersangkutan. Jika kasus anak, UPTD boleh mencari informasi melalui kepolisian apakah benar ada TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang), karena itu pidana. Kami akan menangani trauma dan mendampingi korban, sementara pidananya menjadi kewenangan kepolisian,” tulis Wenda, Jumat (7/11/2025).
Namun, hingga berita ini diterbitkan, Kasat Reskrim Polres Boltim, Iptu Jerry Tambunan, belum memberikan tanggapan meski telah dihubungi melalui pesan WhatsApp terkait laporan maraknya prostitusi online di wilayah hukum yang dipimpinnya.
Tanggung Jawab Hukum dan Dampak Sosial
Secara hukum, praktik prostitusi online termasuk perbuatan melanggar Pasal 296 dan 506 KUHP, serta Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang melarang penyebaran dan akses terhadap konten bermuatan asusila.
Apabila melibatkan anak di bawah umur, kasus ini juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dari sisi sosial, praktik prostitusi daring ini menimbulkan berbagai dampak negatif: mulai dari kerusakan moral, eksploitasi ekonomi dan seksual terhadap perempuan, hingga penyebaran penyakit menular seksual (PMS). Selain itu, muncul kekhawatiran akan kerusakan citra daerah jika aparat hukum tidak mengambil langkah tegas terhadap praktik semacam ini.
Tanggung Jawab Pemerintah dan Aparat
Pemerintah daerah melalui UPTD PPA seharusnya aktif melakukan pencegahan dan pendampingan, bukan sekadar menunggu laporan. Sementara kepolisian memiliki kewajiban hukum melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap pelanggaran yang telah nyata terjadi, sebagaimana diatur dalam KUHAP dan UU Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, Pasal 13 huruf (a) tentang tugas pokok Polri dalam menegakkan hukum.
Praktik prostitusi online di wilayah ibu kota kabupaten Boltim menunjukkan adanya kegagalan pengawasan sosial dan lemahnya penegakan hukum di tingkat daerah.
Masyarakat berharap agar Polres Boltim dan UPTD PPA dapat berkolaborasi menindak tegas pelaku dan memberikan perlindungan terhadap korban, sesuai amanat UUD 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menjamin perlindungan terhadap perempuan dan anak dari kekerasan serta eksploitasi.
Kasus dugaan prostitusi online di Desa Tutuyan II ini membuka mata publik akan semakin mudahnya praktik asusila beroperasi melalui aplikasi digital di wilayah kecil sekalipun. Diperlukan tindakan cepat, koordinasi antarinstansi, dan keberanian aparat penegak hukum agar kasus serupa tidak terus mencoreng wajah moral dan hukum di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.
(Donal)






