Boltim – Sejak peletakan batu pertama pada tahun 2018 silam, pembangunan Masjid di Desa Iyok, Kecamatan Nuangan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) seperti berjalan di tempat. Enam tahun sudah berlalu, tapi masjid itu masih belum rampung. Ironisnya lagi, bangunan yang seharusnya menjadi pusat ibadah warga tersebut bahkan belum juga beratap.
Padahal, menurut informasi yang dikutip dari waktunews, jumlah dana yang sudah digelontorkan untuk proyek ini tidaklah sedikit—ditaksir lebih dari Rp200 juta, berasal dari dana hibah pemerintah serta sumbangan masyarakat. Namun, wujud fisiknya masih jauh dari kata selesai.
Kondisi inilah yang mulai mengusik sejumlah warga dan tokoh masyarakat. Kecurigaan soal lambatnya pembangunan pun mulai bermunculan. Tak sedikit yang bertanya-tanya: ke mana sebenarnya dana itu mengalir?
Salah satu anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Iyok yang memilih tak disebutkan namanya mengungkapkan kebingungannya.
“2018 peletakan batu, start dari 2019. Sekarang sudah 2025, sudah sekitaran tujuh tahun,” ucapnya
Ia juga menguraikan bahwa dana awal sebesar Rp150 juta berasal dari pemerintah daerah. Di luar itu, masih ada tambahan dana hasil partisipasi warga melalui kantin masjid dan sumbangan acara pernikahan, yang menurutnya dikelola oleh istri kepala desa.
“Kalau pendapatan kantin dengan penggalangan dana di pesta pernikahan, itu ibu Sangadi (istri Kades) Desa Iyok yang mengetahui semua. Ada catatan semua di Ibu Sangadi, 130-an. Dengar-dengar 130-an juta itu diluar dari 150 juta itu,” jelasnya.
Bukan cuma soal dana, sistem kerja yang digunakan panitia juga dianggap tak efektif. Alih-alih sistem borongan, pengerjaan dilakukan secara harian, yang justru memperlambat progres.
“Kendala di sini, karena sesuai rapat kami kemarin yang seharusnya permintaan masyarakat sekaligus kami sebagai pemerintah, itu sistemnya borong, supaya agak cepat pembangunan masjid. Kan kalau sistemnya borong, itu kan termasuk tanggung jawabnya pemborong itu sampai kelar… Cuma ini agak lambat memang, karena apa, harian,” ujarnya.
Selain lambat, persoalan transparansi juga menjadi sorotan. Warga merasa tak mendapat kejelasan soal alokasi anggaran. Informasi yang dibagikan pun terkesan setengah-setengah.
“Cuma disampaikan sekian uang, jumlah uang sekian. Cuma dia (Ketua) bilang sisa uang sekian banyak, a jadi masyarakat cuma o… tahu kalau sekian banyak jumlah uangnya, cuma itu saja,” tambahnya.
Di sisi lain, Ketua Panitia Pembangunan Masjid, Abdurahman Ambarak, buka suara. Saat dihubungi, ia menjelaskan bahwa salah satu kendala utama adalah sulitnya pengadaan material seperti kayu dan bambu penyangga. Ia mengaku harus turun tangan sendiri karena keterbatasan tenaga.
“Sebetulnya, e artinya tidak mungkin juga saya mengatur masyarakat pergi mengambil kayu bundar untuk dibikin penyangga segala macam di situ, bambu. Sedangkan itu saya yang ambil alih langsung… Cuma itu kendalanya,” tuturnya.
Meski lambat, Abdurahman menyebut pembangunan telah mencapai tahapan penting dan berjanji akan segera melanjutkannya.
“Kemudian, insyaallah mungkin pekan depan akan mulai. Itu sudah kasih naik bata, sudah pakai ring balok di atas… tinggal itu pekerjaan kami yang agak susah kami ini,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya bukan bagian dari pemerintah desa, sehingga tak punya wewenang langsung untuk mengatur warga.
“Kan tahu sendiri, kalau semacam saya tidak bisa mengatur, karena saya bukan bagian dari pemerintah (Pemdes) kan… A cuma sudah konsultasi dengan Sangadi (Kades), Sangadi sampaikan selesai ketupa baru kita terus,” jelasnya.
Soal dana, ia memastikan bahwa uang dan material masih tersedia. Bahkan, kayu cempaka yang dibutuhkan tinggal menunggu pengiriman.
“Kalau bahan semua ada, uang ada. Saldo kita masih ada sekitar 80 juta… tinggal dua kubik yang mereka belum antar,” terang Abdurahman.
Terkait informasi yang menyebut kantin masjid menyumbang dana hingga lebih dari Rp100 juta, ia membantah keras.
“Kalau uang yang hari itu di, yang pertama modal awal itu 150 juta kan, kemudian dikumpul-kumpul di kantin kurang lebih 70-an juta. Tidak sampai seratus,” katanya.
Abdurahman juga meluruskan isu bahwa dana kantin sepenuhnya dikelola oleh istri kepala desa.
“Tidak. Ada di panitia, ada di saya. Kecuali terakhir ini mereka menagih selesai hari raya, itu dua kali mereka tidak setor ke saya, cuma yang 250 ribu,” ucapnya.
Meski dihantui berbagai tantangan, Abdurahman optimistis pengatapan masjid bisa rampung sebelum Hari Raya Idul Adha.
“Insyaallah ini kalau kelar, sekalian. Kan masih banyak anggarannya itu, tapi tutup kap insyaallah sebelum hari raya haji (idul adha) ya,” pungkasnya.
Penulis : Donal
Sumber : waktunews