Jakarta, Boltim – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan pentingnya netralitas Polri dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) saat Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI pada Senin, 11 November 2024. Raker yang digelar bersama para pejabat kepolisian ini turut dihadiri oleh 34 Kapolda dari berbagai wilayah, termasuk Kapolda Sulawesi Utara, Irjen Pol Roycke Harry Langie, S.I.K., M.H.
Dalam pernyataannya, Jenderal Listyo menyoroti bahwa netralitas Polri dalam Pilkada bukan hanya soal integritas lembaga, tetapi juga kepatuhan terhadap aturan hukum yang telah diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 tentang Kepolisian. Pasal ini melarang anggota Polri untuk terlibat dalam politik praktis, guna menjaga kepercayaan publik terhadap institusi Polri yang seharusnya menjadi pengayom seluruh masyarakat.
“Kami terus-menerus menekankan pentingnya netralitas dalam Pilkada. Surat edaran dan telegram khusus tentang larangan keterlibatan personel dalam politik praktis telah kami keluarkan dan sosialisasikan. Pada setiap kegiatan, kami selalu mengingatkan seluruh jajaran untuk mematuhi aturan tersebut,” ungkap Jenderal Listyo. Ia menambahkan, dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bersama Kementerian Dalam Negeri, yang diikuti oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), para pejabat daerah, TNI, dan seluruh Kapolda hingga Kapolres juga telah diingatkan akan hal ini.
Jenderal Listyo juga mengungkapkan bahwa Polri telah mengambil tindakan tegas terhadap empat personel yang terbukti melanggar prinsip netralitas, yaitu dua orang di Sulawesi Utara dan dua orang di Sulawesi Selatan. Ia meminta masyarakat untuk segera melaporkan apabila menemukan pelanggaran serupa, baik melalui Divisi Propam, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), atau kanal pengaduan yang telah disediakan. “Kami terbuka menerima laporan dari masyarakat untuk memastikan netralitas dan integritas seluruh jajaran Polri dalam Pilkada ini,” tegasnya.
Selain isu netralitas, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga membahas masalah pertambangan ilegal yang marak dilakukan oleh masyarakat lokal di berbagai daerah. Ia menyampaikan bahwa pertambangan ilegal ini sering kali melibatkan masyarakat yang belum teredukasi dan melakukan kegiatan tersebut demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “Di satu sisi, kami harus melakukan penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal ini, namun di sisi lain, kami juga harus bijaksana dalam mengelola potensi konflik yang mungkin timbul,” papar Jenderal Listyo.
Menurutnya, situasi ini menciptakan dilema dalam proses penegakan hukum. Polri harus mampu menjaga keseimbangan antara menjalankan hukum dan mencegah ketegangan sosial yang dapat terjadi jika pendekatan yang dilakukan tidak tepat. Untuk itu, Kapolri menekankan pentingnya koordinasi dan kerjasama dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian ESDM dan pemerintah daerah, agar solusi jangka panjang yang lebih tepat dapat ditemukan.
“Penanganan terhadap aktivitas pertambangan ilegal ini membutuhkan pendekatan lintas sektor. Kami berharap dapat bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait untuk memberikan edukasi dan alternatif ekonomi bagi masyarakat, sehingga masalah ini dapat ditangani tanpa menciptakan konflik,” tambahnya.
Melalui pendekatan yang lebih komprehensif, Kapolri berharap Polri dapat memberikan kontribusi yang positif dalam menjaga stabilitas dan ketertiban di tengah masyarakat.
(dp)