BOLTIM — Dugaan pembiaran terhadap aktivitas pertambangan ilegal di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) terus menuai sorotan.
Praktik tambang tanpa izin (PETI) yang menggunakan alat berat jenis eksavator didapati berlangsung di sejumlah titik, namun hingga kini belum terlihat tindakan tegas dari Polres Boltim sebagai institusi penegak hukum.
Sorotan tajam terhadap kepolisian mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Boltim baru-baru ini. Dalam forum tersebut, Wira Suma selaku pembicara perwakilan dari masyarakat Buyat, secara terbuka mengungkap dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum (APH) dalam membekingi aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh PT Kutai Surya Mining (KSM) di kawasan hutan Garini.
Tidak hanya itu, aktivitas pertambangan ilegal juga ditemukan di wilayah perkebunan Desa Molobog, Kecamatan Motongkad. Alat berat jenis eksavator beroperasi terbuka, dan bahkan dapat dilihat langsung dari jalan raya. Namun, hingga berita ini diterbitkan, tidak ada langkah penindakan dari pihak Polres Boltim.
Kepala Desa Molobog Barat, Milka Mamonto, mengonfirmasi adanya aktivitas ilegal tersebut. Ia mengaku langsung mengambil tindakan setelah mendapatkan informasi dari masyarakat.
“Iya memang ada, tapi saya sudah meminta ke Babinsa agar aktivitas itu dihentikan,” ujar Milka kepada media ini melalui sambungan WhatsApp pada 11 Juni 2025.
Lebih mengejutkan, saat dimintai konfirmasi terkait penegakan hukum atas aktivitas pertambangan ilegal tersebut, Kasat Reskrim Polres Boltim IPTU Liefan Kolinug tidak memberikan tanggapan meskipun telah dihubungi melalui pesan WhatsApp. Ketidakresponsifan ini dinilai publik sebagai bentuk ketidaksungguhan aparat dalam menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum.
Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 13 menegaskan bahwa tugas pokok Polri adalah menegakkan hukum. Sementara Pasal 14 ayat (1) huruf g menekankan bahwa Polri wajib melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana, termasuk aktivitas pertambangan ilegal.
Lebih lanjut, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri mewajibkan setiap anggota Polri menjaga integritas, profesionalitas, dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas. Jika terbukti melakukan pembiaran atau melindungi pelaku tindak pidana, anggota Polri dapat dikenai sanksi etik, disiplin, hingga pidana sesuai peraturan perundang-undangan.
Ketiadaan tindakan dari Polres Boltim dalam menangani kasus tambang ilegal yang kasat mata ini memunculkan kecurigaan adanya pembiaran terstruktur, bahkan kemungkinan adanya keterlibatan oknum di dalamnya. Hal ini tidak hanya mencederai kepercayaan publik, tetapi juga berpotensi melemahkan wibawa institusi kepolisian.
(Donal)