Terjadi Penyerobotan Lahan Berahir di Pasang Pelang Larangan Aktivitas Oleh Polhut

oleh -1449 Dilihat

Kabar Jurnalis Com–KPHP Jebu Bembang Antan pasang Pelang larangan aktivitas Perkebunan dan Perusakan Lingkungan, akibat lahan milik akhmad Kustolani (Kusto 57 tahun) yang diserobot atau dijual pihak lain kepada Akn Warga Kecamatan Parittiga.

KPHP Jebu Bembang bersama tim Polhut yang dipimpin Panji SH, turun langsung kelokasi perambahan lahan, Kamis 15 Mei 2025, atas laporan langsung Kusto sebagai Pemilik Lahan, yang diketahui berstatus APL dan HP.

Setatus Lahan seluas lebih dari 2 hektar milik Kusto tersebut terletak dijalan Tambang 6, Simpang Sungai Buluh/Pebuar, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, diketahui 1,29 hektar merupakan lahan Areal Penggunaan Lain (APL) dan 0,77 hektar berstatus Hutan Produksi (HP), hal tersebut berdasarkan surat informasi status lahan dari KLHK.

Dari keterangan Kusto, lahan tersebut awalnya dibeli orang tuanya alm.H.Abdullah Djafar dari pemilik lama alm. Mat Said, Mat Yakin , dan Acit yang kemudian dihibahkan kepadanya.

Hal itu dibuktikan dengan Dokumen lengkap, hanya saja saat itu belum bersertifikat, hingga kini masih dalam proses. Menurutnya Dokumen tersebut ditandatangani oleh sejumlah pihak berwenang, yakni Lurah Sungai Buluh, Penjual yakni pemilik lama, dan Saksi – Saksi, berupa surat atau kwitansi jual beli lahan pada tahun 1982 yang diketahui Lurah dan saksi beserta Cap, Surat ukur dan data diketahui Lurah an saksi, PBB dari tahun 1996 hingga sekarang dan Dokumen lainnya.

Diceritakan Kusto, Pada tahun 1982 dan 1983, pernah mengajukan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) yang diketahui Kelurahan Sungai Buluh, saat itu Pak Hanafi sebagai Lurah, diajukan ke Kecamatan dan telah sampai ditangan Pak Sidik atau Asri Abas sebagai sebagai staf Kecamatan Jebus, hal itu untuk memperkuat legalitas lahan yang digunakan.

“Namun saat itu Zaman Orde Baru, karena almarhum ayah saya beda aliran politik yaitu ikut partai PPP, sedangkan Camat orang Golkar, maka surat tanah tidak dikeluarkan, dan terpilih jadi Ketua KUD Karya Sepakat Jebus diminta mundur tahun 1985,” kata Kusto.

Dijelaskan Kusto. Sebelumnya sudah beberapa kali dilakukan mediasi di Desa Sungai Buluh dan Kantor Camat Jebus, namun tidak menemukan titik terang, karena mereka sepertinya saling membela untuk benar, tapi disitu jelas bahwa mereka tidak bisa menunjukan bukti kepemilikan tanah tersebut.

Kusto merasa sangat dirugikan akibat lahan tersebut telah diklaim pihak lain tanpa sepengetahuannya dan telah dijual kepada AK warga Parittiga, yang diketahui melalui pelantara Sp Kadus 2 Desa Sungai Buluh.

Dibalik sengketa ini. Kusto mengungkapkan, dalam waktu dekat, pihak Penjual atau Penyerobot Lahan tanah miliknya akan segera dilaporkan ke pihak berwenang yaitu Aparat Penegak Hukum (APH), karena diduga ada kecurangan dan kongkalikong penjual sama pengurus.

Selain itu, Kusto juga minta Ganti Rugi kepada Pembeli, atas tanam tumbuh dilahan yang telah digarap, berupa Karet sekitar 1500 batang, Nyatoh, Cempedak dan lain-lain.

“Sebelumnya saya mengajukan surat keberatan, tembusan Kades dan Kadus, karena telah diterbitkan surat tanah atas nama Bahtiar, Jauriah, Maman, Ridwan, Paina/Johan Aping, dan Kegiatan menggarap lahan tersebut oleh saudara Ak,” kata Kusto.

“Saya meminta kepada Camat Jebus untuk membatalkan surat tersebut, kepada Kapolsek untuk ditindak lanjuti, dan KPHP Jebu Bembang Antan bertindak dan memberikan penjelasan, terkait Permasalahan tersebut,” ujar Kusto.

Selanjutnya, untuk saat ini Kusto minta pihak KPHP Jebu Bembang Antan atau Polhut Parittiga – Jebus, segera menindak lanjuti perkara ini, dan proses yang terlibat dalam masalah penjualan lahan miliknya.

“Saya minta Pihak KPHP atau Polhut, segera proses yang terlibat dalam perkara penyerobotan tanah milik saya ini, jika tidak bisa diselesaikan maka saya akan lapor ke kepolisian hingga pengadilan, intinya saya ingin Hak saya kembali,” tutur Kusto.

Selain itu, Ak sebagai pembeli dan yang menggarap lahan tersebut, mengarah ke Kadus SP saat dihubungi via Watsap, karena dia sebagai pengurusnya.

“Telpon pak Kadusnya pak, sebagai pengurusnya, terima kasih,” tulis Ak singkat.

Selanjutnya, Ak juga mengungkapkan bahwa lahan sudah di garap, dan mengklaim sudah menjadi Hak Miliknya, punya legalitas, surat lengkap, status APL, akan tetapi ditanya mengenai Surat Jual Beli Asli Milik Kusto dia mengatakan kurang jelas, hal itu menjadi pertanyaan Besar dan dugaan makin kuat tentang adanya permainan atau kongkalikong Penjual, Pengurus dan Pembeli.

“Lahan sudah di garap pak, kan sudah hak milik pak, legal, surat lengkap, status APL pak. Kurang jelas mengenai lahan pak kusto pak, seharusnya pak kusto menggugat pihak penjual, kalo memang itu punya beliau,” kata Ak.

Ak juga merasa jadi korban, dia meminta memperkarakan kasus ini sampai tuntas, dan meminta pihak penjual mengembalikan uangnya.

“Saya sebagai pihak pembeli jadi korban mereka pak. Perkarakan kasus ini pak, biar tuntas. Pihak penjual biar kena juga, uang saya yang di mereka di kembalikan,” jelasnya.

“Saya sama halnya beli motor pak, BPKP lengkap, STNK lengkap, seharusnya itu bukan maling ya pak, bahasa kasarnya, kenapa dari pihak camat dan Desa Sungai Buluh terbit surat pak kalo memang itu hak orang, seharusnya pak Kusto gugat penjual, bawa kepolisi bersama Kadus, saya siap hadir,” tutur Ak.

Menurut Kusto sebagai pemilik Sah Lahan itu, setelah melihat penjelasan Ak, memang dia korban, akan tetapi disitu terdapat aktivitas perambahan hutan Kawasan yang dibuktikan dengan pemasangan Pelang larangan aktivitas Perkebunan oleh Polhut.

Ak juga sudah merambah Tanam Tumbuh menggunakan Alat Exskavator di tanah milik Kusto, sehingga Dia meminta ganti Rugi.

Selain itu, kata Kusto jika benar seperti yang diungkap Ak, bahwa Pihak Camat dan Pemerintah Desa menerbitkan surat, hal itu jelas sudah melanggar Undang – Undang.

1.Penyerobotan Tanah (Pasal 385 KUHP):
Melakukan perbuatan melawan hukum untuk mengambil hak orang lain atas tanah, seperti menjualnya.

2.Pemalsuan Surat (Pasal 263 KUHP):
Membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak, seperti surat kepemilikan tanah, dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Disitu jelas, Pemerintah desa atau kecamatan tidak memiliki kewenangan untuk membuat surat tanah milik orang lain dan kemudian menjualnya. Tindakan tersebut melanggar hukum dan dapat dianggap sebagai tindak pidana.(Red).

*Bersambung*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.