Kontroversi Pernyataan Sachrul Mamonto, Apakah Etika Politik Tergadaikan ?

oleh -4170 Dilihat

Tutuyan, kabar-jurnalis.com — Pernyataan kontroversial yang dilontarkan oleh Bakal Calon Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sam Sachrul Mamonto, dalam sebuah video yang kini viral di media sosial, telah memicu gelombang kritik dari berbagai kalangan. Video tersebut memperlihatkan Sachrul menyampaikan sejumlah tuduhan pribadi terhadap Oskar Manoppo, yang dianggap oleh banyak pihak sebagai langkah yang tidak pantas dan mencederai etika politik.

Dalam video tersebut, Sachrul mengklaim bahwa tiga tahun lalu, Oskar datang kepadanya dalam keadaan memprihatinkan, menangis memohon bantuan hingga istrinya harus membelikan tiket pesawat dan pakaian untuk Oskar di Jakarta. Pernyataan ini tidak hanya mengeksploitasi masalah pribadi untuk kepentingan politik, tetapi juga menunjukkan kurangnya empati dan kepekaan terhadap privasi orang lain.

“Ngoni dengar bae-bae ini, dengar bae-bae. Catat dan dengar bae-bae. Tiga tahun lalu, itu Oskar datang menangis ke saya, catat bae-bae. Catat ya, saya tidak mau membalas tapi saya terlalu kombaling. Mo pi Jakarta, mama Icat yang yang bli akang tiket pa dia. Sampe di Jakarta torang bli akang baju kase pake pa dia bae-bae, kase akang doi segala macam. A skarang menghantam saya, aeh, sama-sama torang punya mulut Oskar Manoppo” ujar Sachrul, seolah-olah ingin mempermalukan Oskar di depan publik.

Lebih jauh, Sachrul juga mempertanyakan latar belakang pendidikan Oskar, terutama terkait gelar S2 yang diperoleh dari Universitas WR Supratman Surabaya. Ia dengan nada merendahkan menuduh bahwa gelar tersebut berasal dari institusi yang tidak memiliki kredibilitas.

“Coba ngoni tanya depe S2 kong ambe di mana? Ambe di skola yang nda ada, nda ada nama, nda ada ijasa, ijasa mar nda ada skola, bubar, karna hanya supaya ada ijasa saja, begitu,” ucap Sachrul. Pernyataan ini dinilai tidak hanya menghina Oskar, tetapi juga merendahkan institusi pendidikan dan para lulusan yang mungkin telah bekerja keras untuk memperoleh gelar mereka.

Sikap Sachrul dalam pidato tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang standar etika yang ia anut sebagai seorang calon pemimpin daerah. Menggunakan isu pribadi dan serangan ad hominem sebagai senjata politik tidak hanya menunjukkan ketidakmampuan untuk bersaing secara sehat, tetapi juga merendahkan kualitas demokrasi itu sendiri. Alih-alih berfokus pada visi, misi, dan program kerja yang jelas untuk kesejahteraan rakyat Boltim, pernyataan Sachrul justru mengarah pada degradasi diskursus politik menjadi ajang saling mencela.

Banyak pihak juga mengkritik Sachrul karena memilih untuk berkonfrontasi secara terbuka dengan lawan politiknya daripada menawarkan solusi nyata untuk permasalahan di Boltim. Tantangan untuk debat publik yang disampaikannya mungkin terlihat sebagai langkah berani, tetapi dalam konteks pidatonya yang dipenuhi tuduhan pribadi, hal ini justru semakin memperdalam jurang polarisasi di tengah masyarakat.

Seharusnya, sebagai seorang calon pemimpin, Sachrul menunjukkan kedewasaan dalam berpolitik dan memberikan contoh yang baik bagi masyarakat. Sikap yang menghargai lawan politik, menjaga privasi, dan fokus pada kebijakan seharusnya menjadi landasan utama dalam setiap kampanye. Hingga saat ini, Oskar Manoppo belum memberikan tanggapan resmi terhadap pernyataan Sachrul, namun kejadian ini telah menambah panasnya suhu politik di Bolaang Mongondow Timur.

Insiden ini mengingatkan kita bahwa kualitas demokrasi sangat ditentukan oleh perilaku dan etika para pemimpinnya. Masyarakat Boltim berhak atas kampanye yang berorientasi pada ide dan solusi, bukan serangan pribadi yang hanya memperkeruh suasana tanpa memberikan manfaat nyata bagi publik.

(Donal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.