Konsultasi Publik Pasca Tambang PT ASA Diduga Hanya Formalitas, Aktivis dan Anggota DPRD Boltim Angkat Bicara

oleh -533 Dilihat

Bolaang Mongondow Timur – Konsultasi publik terkait Rencana Pasca Tambang (RPT) Blok Doup yang diselenggarakan PT Arafura Surya Alam (ASA) pada Rabu (12/2/2024) di Kantor Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) menuai kritik dari berbagai kalangan.

Alih-alih menjadi ajang transparansi dan partisipasi masyarakat, kegiatan ini justru dianggap eksklusif dan tidak melibatkan masyarakat secara luas. Konsultasi yang digelar di lantai III Kantor Bupati Boltim itu hanya menghadirkan perwakilan dari lima desa lingkar tambang, dengan jumlah peserta yang sangat terbatas.

Aktivis Masyarakat Lingkar Tambang, Faizal Thayib, mengecam keterbatasan peserta yang diundang dalam konsultasi ini. Ia menilai bahwa jumlah peserta yang hadir sangat minim dan ditentukan tanpa melibatkan masyarakat luas.

“Karena yang diundang ini terbatas. Kalau tidak salah hanya lima orang per desa. Itu di dalam surat, biasanya tembusan ke Sangadi-sangadi. Sangadi, Sekdes, BPD dengan dua anggota masyarakat. Saya juga tidak tahu kalau siapa-siapa, sesuai kehendak Pemdes. Jadi kami tidak hadir di situ,” ungkap Faizal.

Menurutnya, konsultasi publik seharusnya terbuka dan memberikan kesempatan kepada masyarakat yang akan terdampak langsung oleh aktivitas pasca tambang.

“Harusnya terbuka ke masyarakat. Bahkan, masyarakat yang mengutus utusan-utusan ini, dari mulai perwakilan tokoh adat, pemuda, tokoh agama, dan profesi-profesi yang akan terkena dampak nanti,” tegasnya.

Tak hanya soal keterbatasan peserta, lokasi penyelenggaraan pun dipermasalahkan. Faizal menilai bahwa Kantor Bupati bukan tempat yang tepat untuk menggelar konsultasi publik ini.

“Dan baiknya lokasi itu tidak di Lantai III Kantor Bupati. Baiknya di daerah lingkar tambang yang terdampak nanti. Dalam hal ini, Kotabunan dan Bulawan,” lanjutnya.

Senada dengan Faizal, kritik keras juga datang dari Anggota DPRD Boltim, Reevy Lengkong. Ia menegaskan bahwa keterlibatan masyarakat dalam konsultasi ini adalah hal mutlak, mengingat dampak pertambangan yang selama ini menjadi kekhawatiran utama masyarakat.

“Seharusnya masyarakat dilibatkan supaya bisa mengetahui secara persis, karena persoalan tambang ini rawan, apalagi terkait dampak bagi masyarakat yang ditakutkan selama ini,” ujar Reevy.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti proses revisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dilakukan secara tertutup tanpa sosialisasi yang jelas kepada masyarakat.

“Apalagi Amdal nya sementara direvisi. Ah, terkait Amdal ini juga harus disosialisasikan kepada masyarakat secara jelas, jangan perusahaan hanya main sembunyi-sembunyi,” kritiknya.

Selain itu, Reevy mengingatkan pemerintah daerah agar tidak gegabah dalam memberikan ruang kepada perusahaan tambang tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat. Ia menekankan bahwa kebijakan harus berpihak kepada rakyat, terutama di masa transisi kepemimpinan daerah saat ini.

“Pemerintah daerah juga, harusnya jangan langsung memberikan ruang pada mereka, harus berpihak kepada masyarakat. Apalagi ini kan masih masa peralihan pimpinan daerah. Tinggal menghitung hari kita sudah punya pimpinan baru di kabupaten,” tutupnya.

Kritik keras dari berbagai pihak ini menunjukkan bahwa pelaksanaan konsultasi publik terkait RPT Blok Doup masih jauh dari harapan. Jika benar-benar ingin melibatkan masyarakat dan membangun transparansi, PT ASA dan pemerintah daerah harus menggelar konsultasi yang inklusif, terbuka, dan melibatkan semua elemen yang terdampak langsung.

 

(DP)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.