Kritikan Keras Terhadap Penanganan Kasus Bullying oleh Polsek Modayag dan PPA di Boltim

oleh -2508 Dilihat
Kasus Bullying Siswi di Modayag Barat, Kejelasan dan Janji Penegakan Hukum Masih Dipertanyakan
Kasus Bullying Siswai di Modayag Barat, Kejelasan dan Janji Penegakan Hukum Masih Dipertanyakan

BOLTIM, Sulawesi Utara – Keluarga korban bullying di Kecamatan Kotamobagu Timur, melontarkan kritik tajam terhadap aparat penegak hukum Polsek Modayag dan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) terkait penanganan kasus bullying yang dialami putri mereka disalah satu SD Negeri 2 Modayag Barat. Mereka menilai bahwa penanganan kasus tersebut tidak profesional dan melanggar prosedur hukum yang seharusnya, sehingga hak-hak korban diabaikan.

MM (30-an), orang tua dari korban yang diberi nama samaran Bunga, mengungkapkan kekecewaan mendalam atas kinerja Polsek Modayag dalam menangani kekerasan fisik yang dialami putrinya oleh teman-teman sekelas. Menurut MM, aparat penegak hukum seolah lepas tangan dengan mengalihkan tanggung jawab penyelesaian kasus ini kepada pihak sekolah untuk melakukan mediasi, tanpa memberikan jaminan keamanan bagi korban.

“Saya sangat kecewa dengan cara Polsek Modayag dan PPA menangani kasus ini. Kami melaporkan agar putri kami mendapat perlindungan hukum, tetapi aparat justru mengembalikan kasus ini ke sekolah untuk dimediasi, seolah-olah ini masalah sepele. Bahkan, kondisi putri saya yang mengalami trauma tidak mendapatkan perhatian khusus,” kata MM dengan nada kecewa.

MM juga menuntut pihak kepolisian untuk mempertanggungjawabkan penanganan kasus sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu Pasal 80 ayat 1 UU No. 35/2014 juncto 55 ayat 1 ke-1 subsider 351. Ia menyesalkan tindakan Polsek Modayag dan PPA yang dinilai lebih memihak pelaku daripada melindungi korban. Kondisi mental dan fisik Bunga semakin memburuk, namun pihak berwenang tampak tidak mempedulikannya.

“Polsek Modayag meminta kami melakukan mediasi di sekolah. Lalu, bagaimana dengan kondisi anak saya yang makin parah akibat kejadian ini? Siapa yang bertanggung jawab atas trauma yang dia alami? Apakah cukup dengan mediasi, lalu kasus ini dianggap selesai? Bahkan PPA, yang seharusnya mendampingi dan memberikan perhatian khusus, tidak pernah sekalipun menjenguk anak saya,” tegas MM.

Keluarga korban mengkritik keras ketidakseriusan aparat dan PPA dalam memberikan perlindungan yang menjadi hak korban. Mereka menilai bahwa pihak kepolisian dan PPA seharusnya bersikap tegas terhadap kasus bullying yang telah berkembang menjadi kekerasan fisik, bukan hanya menganggapnya sebagai masalah internal sekolah yang dapat diselesaikan dengan mediasi.

Pada Senin, 30 September 2024, keluarga korban mendatangi Polsek Modayag sesuai undangan penyidik untuk memberikan keterangan. Namun, proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak dilakukan, yang semakin menguatkan dugaan keluarga bahwa pihak kepolisian tidak serius dalam menangani kasus ini dan hanya mengulur waktu.

Di sisi lain, Kapolsek Modayag, Iptu Irfandi Mokodongan, mengklaim bahwa proses hukum akan tetap berjalan dan tidak akan ada yang ditutup-tutupi. Namun, pernyataannya tentang pentingnya mediasi dan melibatkan berbagai pihak seakan menegaskan bahwa prioritas utama adalah menjaga pelaku anak di bawah umur, tanpa mempertimbangkan trauma yang dialami korban.

“Pelaku dan korban adalah anak di bawah umur, jadi kami akan melalui berbagai prosedur. Kami upayakan mediasi, dan jika tidak ada kesepakatan, baru kami lanjutkan proses hukum,” ujar Irfandi.

Namun, keluarga korban menilai bahwa upaya mediasi yang berlarut-larut ini tidak lebih dari bentuk pengabaian terhadap hak-hak korban. Mereka menuntut agar pihak kepolisian dan PPA benar-benar menegakkan hukum tanpa pilih kasih serta memberikan perlindungan maksimal kepada korban bullying yang saat ini mengalami dampak fisik dan psikologis yang serius.

Keluarga korban berharap aparat penegak hukum bisa menjalankan tugasnya secara profesional dan memprioritaskan perlindungan bagi korban, bukannya hanya berfokus pada pelaku. “Kami tidak ingin anak-anak lain mengalami hal yang sama seperti putri kami, yang seharusnya mendapat perlindungan tapi justru diabaikan,” pungkas MM.

(Donal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.